Buka Puasa Tidak Perlu Makanan Penutup

Buka Puasa Tidak Perlu Makanan Penutup

TIDAK terasa Ramadan sudah mendekati akhir. Namun, bukan berarti kesehatan selama berpuasa menjadi diabaikan.

Kunci menjaga kesehatan selama bulan ramadan bisa dilakukan pada waktu berbuka puasa. American Board Certified di Gastroenterology and Hepatology, Dr Abdulla A Fayyad mengatakan, salah cara menerapkan kebiasaan sehat di sisa bulan Ramadan adalah dengan mempercepat buka puasa.

“Mempercepat buka puasa artinya tidak banyak makanan yang dikonsumsi merupakan dasar untuk makan sehat selama bulan Ramadan,” katanya, seperti dikutip Emirates247, Senin (21/7/2014).

Menurut Dr Fayyad, aturan dasar sederhana yang harus diikuti selama bulan Ramadan adalah berbuka puasa dengan perlahan. Selain itu, Dr Fayyad mengatakan bahwa saat buka puasa makanlah makanan yang seimbang dan tidak perlu ada menu penutup.

“Ketika perut sudah terasa penuh, lebih baik membereskan makanan-makanan di meja dan menjauhkannya sehingga tidak ada godaan untuk makan berlebihan,” jelasnya. (Baca: Ragam Olahraga Dianjurkan saat Ramadan)

Selain itu, menu buka puasa harus seimbang. Bahkan, tidak ada menu penutup sebagai bagian dari kampanye mempromosikan kebiasaan makan sehat dan aman selama bulan Ramadan. (Baca: Pola Makan Sehat selama Puasa)  
(fik)


View the original article here

Lari Menyehatkan asal Tidak Berlebihan

Lari Menyehatkan asal Tidak Berlebihan

OLAHRAGA lari memang sudah dikenal memberi banyak manfaat kesehatan pada pelakunya. Asalkan, jika olahraga lari tidak dilakukan berlebihan
dr Hario Tilarso, spesialis kesehatan olahraga dari RS Premier Bintaro menjelaskan, memaksa tubuh untuk meraup keuntungan dari berlari ialah pandangan yang keliru.
"Kalau kita dari pagi ke malam sudah bekerja, terus ngotot berolahraga lari biar sehat, itu malah bisa membahayakan tubuhnya. Efeknya apa saja? Bisa pingsan karena kehabisan tenaga, bisa juga serangan jantung akibat jantung 'kaget' mendadak diforsir," katanya pada media gathering NUTRILITE 80 Tahun di Jakarta, baru-baru ini.

Lebih lanjut, dr Hario mencontohkan bahwa atlet lari juga sudah terukur untuk melakukan olahraga tersebut. Misalnya saja, dari segi frekuensi latihan.  (Baca: Teh Manis Tak Baik Dikonsumsi saat Sahur)

"Intinya semua olahraga, sekalipun atlet, ada 'dosis' latihannya sendiri. Pembimbingnya masih sudah mengukur ketahanan tubuh si atlet, bukan asal. Yang ada badan bisa jebol (jatuh sakit-red). Dan, ini juga berlaku bagi mereka yang belum terbiasa berlari, tapi berlebihan saat berlari," tegasnya. . (Baca: Manfaat Sehat Seks Secara Fisik & Emosional)

Lantas apa patokan olahraga lari sudah berlebihan? Menurutnya, semua orang punya batasan daya tahan tubuh sendiri. Sebagai gambaran, di lengannya para atlet suka menempelkan pencatat denyut nadi. Mereka sebelumnya sudah dikasih tahu pelatihnya tentang batasan kekuatan yang bisa dilakukan. (Baca: Cara Mencegah Mr P Berbau Tak Sedap)
“Anggaplah 140, ketika mereka berlari denyutnya sudah 140, berarti intensitas larinya harus diturunkan. Kalau saat dicek masih 130, berarti masih 'aman', dan masih boleh lanjut lari," tutupnya.
(fik)


View the original article here

Persiapan Lari agar Tidak Cedera

Persiapan Lari agar Tidak Cedera

BAGI pelari pemula, sangat dianjurkan untuk tidak melakukan lari tanpa persiapan. Lantas, apa saja yang harus dipersiapkan?
dr Hario Tilarso, spesialis kesehatan olahraga dari RS Premier Bintaro menjelaskan bahwa mereka harus berlari setahap demi setahap. Dengan kata lain, tidak boleh langsung mengambil jarak lari yang jauh.

"Lakukan semampunya dulu, jangan maksa, jangan langsung mau lari 5 km kalau baru berlari. Sebab, tubuh butuh adaptasi tahap demi tahap dan tidak bisa langsung diforsir," katanya di Jakarta, baru-baru ini.

"Misalnya, lari awal cuma bisa 15 menit dan dapat sekian ratusan meter. Besoknya begitu lagi. Misalnya, badan sudah nyaman pada jarak itu, barulah boleh ditambah," imbuhnya.  (Baca: Teh Manis Tak Baik Dikonsumsi saat Sahur)

Selain itu, olahraga lari juga harus ditunjang dengan kelengkapan keamanan. Hal ini bertujuan untuk menjauhkan risiko cedera dan memaksimalkan manfaat kesehatan yang ditawarkan dalam olahraga lari. (Baca: Manfaat Sehat Seks Secara Fisik & Emosional)

"Sepatu yang pas dan nyaman, pemanasan sebelum berlari, setidaknya inilah yang harus dilakukan pelari pemula saat ingin berlari," pungkasnya. (Baca: Cara Mencegah Mr P Berbau Tak Sedap)
(fik)


View the original article here

Malas Gerak saat Puasa Justru Tidak Sehat

Malas Gerak saat Puasa Justru Tidak Sehat

PUASA bukan menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Meski ketika puasa tubuh akan terasa lemas dan mengantuk, berdiam diri justru dinilai tidak menyehatkan.

Dokter dan ahli kebugaran, Dr Chandy George, dari Balance Wellbeing 360 mengatakan bahwa menjalani rutinitas dengan latihan ringan tetap diperlukan untuk menjaga tubuh aktif selama puasa. Biasanya, olahraga lebih ideal dilakukan setelah berbuka puasa.

“Kuncinya adalah mengonsumsi makanan ringan sebelum berolahraga pada pukul 21.00, yaitu setelah berbuka puasa,” katanya, seperti dikutip Gulfnews, Kamis (17/7/2014).

Lebih lanjut, Dr George menjelaskan bahwa pada hari biasa, olahraga pagi dapat membantu mendongkrak energi untuk menjalani sisa hari. Namun, berolahraga rutin pada bulan biasa tidak boleh dilakukan selama siklus puasa di bulan Ramadan. (Baca: Alasan Diabetesi "Haram" Puasa saat Gula Darah Tinggi)

“Hindari berolahraga pagi hari karena tubuh yang sedang berpuasa akan kelelahan setelah itu. Hal tersebut juga akan menyebabkan kerusakan otot dan meningkatkan dehidrasi,” jelasnya.

Lemak sendiri seperti bahan bakar utama metabolik bagi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Namun, menurut Dr George, seharusnya membakar lemak tidak menjadi fokus utama selama Ramadan, melainkan cukup untuk metabolisme.

“Fokus utama selama Ramadan harus memaksimalkan metabolisme karena puasa akan membuatnya melambat sehingga harus tetap aktif,” tutupnya.  
(fik)


View the original article here

Anak Tidak Doyan Sayur, Begini Cara Siasatinya

Anak Tidak Doyan Sayur, Begini Cara Siasatinya

MEMILIKI anak yang tidak doyan makan sayur memang membingungkan. Di satu sisi, orangtua kadang lelah menawarkannya makan, di sisi lain sayur sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak.  
Bisakah mengakali anak yang tadinya tidak doyan sayur jadi mau menyantapnya? dr Agnes Mallipu dari Global Alliance for Improved Nutrition mengatakan bahwa orangtua bisa mengubah anak yang tidak doyan sayur menjadi sebaliknya. Orangtua sebaiknya tidak menyerah menawarkan sayur kepada anak. (Baca: Makin Dihisap, ASI Makin Keluar Lebih Banyak)
"Agar anak doyan makan sayur, kembali lagi kepada ketekunan dan ketelatenan pengasuh atau ibu, apalagi banyak juga orangtua yang tidak bisa mengasuh setiap hari. Jadi, kuncinya harus tekun. Sekali anak tidak mau makan, jangan bilang 'ya sudah, anaknya sudah enggak mau’. Dicoba semua cara, itu yang benar, sebab kalau anak sudah asal maunya saja, mereka akan susah makan sayur," katanya usai konferensi pers "Program Peningkatan Gizi Ibu, Bayi, dan Anak” dalam rangka Gerakan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) di Jawa Timur di Hotel JS Luwansa, Jakarta, baru-baru ini. (Baca: Kentut Berbau Menyengat Baik untuk Kesehatan)
Selain itu, buatlah bentuk aneka sayuran menjadi menarik bagi anak. Ini setidaknya akan membuat anak mau mencoba makan sayur. (Baca: Pasien Penyakit Jantung Tak Bisa Puasa jika...)

"Saat ingin membuat sayur, jangan membuat sajian yang tidak enak dilihat. Buatlah dalam bentuka lain yang menarik perhatiannya. Sayur bisa dijadikan jus, misalnya. Orangtua yang memiliki kondisi anak tidak doyan makan harus kreatif dan inovatif, kalau ingin anaknya berubah jadi mau makan sayur," tandasnya.
(ftr)

View the original article here